Rabu, 06 Juli 2016

Tinggal Kenangan..................!


Bangunan tua itu hanya tinggal kenangan. Tiada lagi plang nama kebanggaan: “Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bogor”. Secara fisik hampir segalanya telah berubah. Secara keseluruhan, kini berubah menjadi bangunan moderen. 
Hanya lapangan basket di bagian depan dan profil pintu kelas yang dipertahankan. Profil pintu kelas itu bahkan menjadi prototipe untuk kelas-kelas yang lain, yang kini bertingkat empat. Kelas I-4 (kelas saya!!), kini menjadi Ruangan Kimia. Kelas lain, rupanya mempunyai nama yang lain pula. Kemarin kami memang datang terlalu pagi, sehingga tak sempat memasuki ruangan kelas karena petugasnya sedang berlibur. Ya, kini di kompleks itu hanya tinggal SMPN1 dan SMAN1, sedangkan SMAN2 tersingkir ke Budi Agung.
Kantin yang dulu terselip di bagian belakang kini telah pindah ke bagian tengah, sepertinya dekat tempat kantor dan ruangan guru tempo doeloe. Mushola yang dulu sempit dan kotor, kini berganti dengan mushola besar, dilengkapi dengan toilet yang rapi dan bersih. Lima orang tampak tertidur di ruangan berkarpet tebal itu, entah siapa, dan mengapa mereka bisa tidur selelap itu.
Saya juga tak sempat melihat bagian dalam perpustakaan, yang dulu cukup rajin saya kunjungi, termasuk bersukacita mengumpulkan buku-buku tua, yang suatu ketika harus dikeluarkan dari perpustakaan; mungkin karena tersisih oleh buku-buku baru yang datang kemudian, -- yang tak dapat ditampung oleh ruangan yang sempit kala itu.

Majalah dinding (manding) yang dulu semarak dengan berbagai gambar, prosa dan puisi, ... kemarin hanya menampilkan pengumuman “SMANSA Day 2016”. Entah kenapa, tiba-tiba saya teringat “Kelompok Cau”, meskipun saya tak paham siapakah gerangan anggota kelompok itu. Saya juga heran, kenapa dulu teman-teman itu menamakan kelompoknya sebagai “Kelompok Cau”. Saya hanya ingat bahwa dulu puisi-puisi saya beberapa kali pernah menempel di manding itu; -- yang judul-judulnya tak terunggah, terkikis perjalanan sang waktu. Kalau tak salah Akbar Chasany, Dedi Bambang, Rossi Rozanna, Agus Gozali, Fery Ferry Atmakusumah (Pepep), Syarif Hidayat adalah nama-nama yang pernah muncul di manding itu.
Baik di bagian luar maupun bagian dalam kini berjejer berbagai jenis kendaraan roda dua dan roda empat. Di masa lalu, hanya sedikit sepeda motor yang terparkir di dalam, sedangkan teman-teman yang punya mobil harus puas parkir di Gang Selot yang kini sudah dirapikan. Sayangnya, di hari libur pagi kemarin, hanya bubur ayam yang sudah menjajakan makanan, sehingga keinginan untuk menikmati doclang dan toge gebro, tak kesampaian.    
Kenangan 41 tahun kemudian (dari catatan Tika Noorjaya ).

Rabu, 27 April 2016

Sekolah dengan bersepeda




Jaman saya sekolah (tahun 50-60an) di Kota Bogor naik sepeda itu lumrah. Malah waktu Sekolah di SD Hutabarat Jl. Kartini Bogor dan SMP Negeri 4 Bogor juga di Jalan Kartini 16 Bogor, saya dengan teman2 sekelas – beberapa kali naik sepeda ke “Cibinong” dan “Lido – Cigombong”. Jalanan juga kaaan sepi – tidak seperti sekarang. Buat saya waktu naik sepeda adalah sepertinya dapat dibilang waktu jaman perjuangan. Berjuang untuk belajar ilmu dasar untuk mengisi pemahaman ilmu. Saya naik sepeda ke sekolah itu dari kelas 5 SD sampai lulus SMA. Waktu itu tidak merasa cape dan bosan untuk bermain – walaupun sekolah saya jauh. Saya kelas 5 SD join di SD Hutabarat dan melanjutkan ke SMPN 4 BOGOR, Jalan Kartini 16 BOGOR  tidak jauh dari SD Hutabarat. Tapi jaman itu sangat jauh dari rumah tempat tinggal di Sukamulya.
Dengan mengayuh sepeda Sukasari – Jl Kartini  bolak balik menjadikan badan serasa sehat sampai sekarang. Malah 6 bulan pertama kuliah di Bandung saya masih pakai sepeda.
Ketika Sekolah selalu melewati daerah ini, namanya 'Tanjakan Empang'
Waktu sekolah di Bogor naik sepeda dari rumah di Sukasari (Sukamulya) ke sekolah2 (SD Hutabarat, SMPN 4 dan SMAN 2 – Bogor) sekitar 10 km bolak balik – merupakan masa pembelajaran, pembentukan mental dasar. Tak terasa itu merupakan olah raga dan membentuk badan sehat karena ngayuh sepeda. Kalau sekarang mau naik “moge” lebih condong untuk menikmati berkendaraan motor yang dikemas dengan “hobby”.
(Saya disini adalah Ir. Mulya Soepardi yang Alumni dari SD. Hutabarat, SMPN 4 & SMAN 2 di Bogor, juga Alumni ITB Bandung 1974, diPOSkan oleh Sobat Alusmanda)
Saya nomor 2 dari kiri,

 -o0o-

Senin, 11 April 2016

Gerakan Tebar Ikan........



Air adalah sumber kehidupan dan penghidupan (Omne Vivum Eks Aquatis), pepatah tersebut memperingatkan kepada kita agar selalu menjaga sumberdaya perairan sebagai upaya menjaga kelangsungan hidup makhluk hidup termasuk kita manusia didalamnya. Selain penggusuran dan penertiban bantaran kali, mencegah dan mengatasi banjir, juga harus disertai dengan menjaga & melestarikan aliran sungai yang melintasi Jakarta. Ada sebuah gagasan untuk membersihkan Ciliwung, yakni dengan menebar benih ikan ke dalam sungai.
Berangkat dari kondisi itu, Komunitas Peduli Lingkungan yang beranggotakan Alumni SMA Negeri 2 Kota Bogor tahun 1977 ini mengajak masyarakat untuk peduli terhadap degradasi lingkungan, terutama wilayah sungai di Kota Bogor. Ketua Panitia Boy Salamudin mengatakan, kegiatan tersebut merupakan komitmen dalam membantu dan mendukung program pemerintah daerah dalam konteks kelestarian ekosistem. Menurut Boy, pembuangan limbah-limbah ke sungai juga perlu diperhatikan agar ekosistem sungai tetap terjaga.
"Dulu, kondisi sungai di Ciliwung indah. Banyak dipenuhi jenis-jenis ikan. Namun, sekarang tidak banyak ikan yang hidup di sini (Ciliwung). Kepunahan ini merupakan isu serius dan berdampak pada degradasi lingkungan," ucap Boy, Sabtu (9/4/2016). Pelepasliaran bibit ikan dilakukan di 2 titik yakni di Sungai Ciliwung di wilayah Tanah Sareal dan Cisadane. Dua jenis ikan yang ditebar yakni tawes dan nilem. Keduanya merupakan ikan endemik Ciliwung dan Cisadane yang sudah terancam punah. Bahkan, saat ini sudah sulit ditemui di kedua sungai tersebut.

 
“Saya bersyukur di Kota Bogor tumbuh banyak komunitas yang peduli lingkungan. Ada yang peduli dengan kebersihan, pembuatan lubang biopori, ada juga yang fokus nanam pohon. Sekarang muncul hadir alumni SMANDA yang peduli lingkungan dengan aksinya melak lauk spesies sungai Ciliwung.” kata Bima Arya didampingi istri, Yanne Bima Ardian serta putrinya.
Juga menurut Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto, degradasi lingkungan di Kota Bogor tidak hanya terjadi di sungai melainkan juga lingkungan darat dan udara. Dicontohkan Bima, spesies burung di Kebun Raya Bogor pun saat ini mengalami penurunan yang cukup drastis. Menurut dia, puluhan tahun yang lalu ada 500 jenis burung di Kebun Raya Bogor. Namun, seiring perubahan lingkungan, jenis burung menyusut menjadi tinggal 67 jenis. 
Hal yang sama juga terjadi pada spesies endemik ikan yang ada di sungai Ciliwung dan Cisadane. Beberapa ikan endemik Ciliwung saat ini sulit ditemukan bahkan beberapa mulai menghilang. Hal itu terjadi salah satunya karena faktor kelalaian manusia. "Banyak faktor yang mempengaruhi terutama perilaku manusia seperti pemancingan dan penangkapan tanpa dilanjuti aksi memelihara dan menebar benih. Selain itu, faktor pencemaran tetap menjadi hal yang utama. Seperti buang limbah dan sampah secara sembarangan," kata Bima. Saat pelepasliaran benih ikanpun Bima masih menyaksikan sampah tersangkut di bebatuan, pohon dan berserakan di sekitar sungai yang membuktikan buruknya kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah.

Sementara itu, Humas Komunitas Peduli Lingkungan Endang Kuswaya menjelaskan, awalnya cukup sulit untuk meyakinkan orang-orang tentang gerakan ini. "Terus terang, awalnya di kelompok kami kurang yakin dengan gerakan ini. Hanya gerakan yang percuma. 
Namun dengan keyakinan, kami berusaha mengajak semua orang agar peduli dengan ekosistem lingkungan Ciliwung," papar Endang. "Sungai adalah sumber kehidupan untuk warga sekitar. Silahkan, ambil ikan-ikan di sungai dengan cara yang benar. Jangan sampai diracun atau disetrum," tambahnya.  (Pikiran Rakyat, KOMPAS.com, #‎alusmanda‬)

 --o0o--